

Melaksanakan tawaf saat Haji dan Umrah akan mengalami kesulitan menjaga kondisi suci karena ribuan jemaah berkumpul di satu lokasi. Tidak ada batasan yang pasti antara jemaah haji laki-laki dan perempuan, sehingga berdesakan atau bersentuhan kulit antar individu tidak bisa dihindari. Bersentuhan lawan jenis saat thawaf apakah wudu batal?.
Bagi orang Indonesia yang mayoritas menganut mazhab Syafi’i akan mengalami kesulitan menjaga suci dalam kondisi tersebut. Karena dalam mazhab Syafi’i bersentuhan kulit dengan lawan jenis selain mahram, akan membatalkan wudhu. Hal ini berakibat thawaf harus diulang dengan melakukan wudhu lagi. Tentu, sangat sulit dalam kondisi ini jika harus bolak-balik wudhu demi menjaga kesucian saat thawaf.
Sebagian pendapat lain mengatakan tidak batal wudhunya jika tidak disertai sengaja, syahwat, atau menyentuh anggota badan yang lumpuh, seperti keterangan dalam Syarh Bahjah al-Wardhiyyah. Hal ini tidak hanya berlaku di thawaf saja, tetapi secara mutlak tidak batal jika dengan syarat di atas. Namun, menurut Imam Nawawi pendapat ini lemah.
Dalam buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah Kemenag RI dijelaskan bahwa persentuhan kulit laki-laki dan wanita ajnabi menurut mazhab Syafi’i mengakibatkan batal wudhu. Namun, menurut madzhab Maliki tidak membatalkan wudhu. Dalam kondisi semacam ini timbul permasalahan perpindahan madzhab (talfiq).
Pada dasarnya perpindahan mazhab dibolehkan, karena dharurat syar’i. Namun, dalam hal wudhu, maka talfiq-nya dengan cara mengikuti Imam Malik, yaitu wudhunya menggosok-gosok anggota wudhu dan harus menyapu seluruh kepalanya. Oleh karena itu, sebaiknya jemaah haji ketika hendak thawaf agar wudhunya mengikuti cara Imam Malik.
Ada yang digarisbawahi bahwa sunnah ini tidak dianjurkan bagi perempuan kecuali jika tempat thawaf lengang. Jika tidak memungkinkan, cukup semua itu dilakukan dengan isyarah melalui tangan kanan. Sunnah pula mendekat pada Ka’bah bagi kaum laki-laki jika sekeliling Ka’bah tidak dalam kondisi penuh sesak dan membuatnya menderita, sedangkan bagi kaum perempuan disunnahkan menjauh dari Ka’bah.
Melansir dari detik.com, keempat mazhab memiliki pandangan pandangan yang berbeda terkait bersentuhan dengan non mahram.
Dalam buku Penuntun Praktis Shalat: Sudah Benarkah Shalat Kita karya Ustaz Agus Arifin dijelaskan bahwa salah satu pembahasan penting mengenai wudu adalah hukum bersentuhan dengan non mahram. Menurut mazhab Hanafi, wudu tidak batal jika laki-laki menyentuh laki-laki atau banci (khuntsa -red), perempuan menyentuh perempuan atau banci (khuntsa), maupun banci (khuntsa) menyentuh siapa pun. Wudu hanya batal jika sentuhan itu menyebabkan keluarnya madzi atau jika yang bersentuhan adalah alat kelamin suami-istri.
Pandangan mazhab Maliki menyebutkan bahwa bersentuhan dengan non mahram tidak membatalkan wudu.
Dalam mazhab Syafi'i, wudu tidak batal apabila yang disentuh adalah anak laki-laki yang belum balig. Namun, tetap dianjurkan untuk memperbarui wudu.
Sementara menurut mazhab Hanbali, wudu juga tidak batal ketika menyentuh anak laki-laki yang belum balig, meskipun yang menyentuh merasakan kenikmatan.
Related Post